Sejarah Proklamasi 17 Mei 1949 di Kalimantan – Bisa pula disebut sebagai Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan. Merupakan proklamasi yang dikeluarkan pada tanggal 17 Mei 1949 yang isinya berbunyi:
“ PROKLAMASI “
Merdeka :
Dengan ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan, mempermaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur Tentara dari “ALRI” melingkungi seluruh daerah Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia, untuk memenuhi isi Proklamasi 17 Agustus 1945 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetes darah yang penghabisan.
Tetap Merdeka !
Kandangan,17 Mei IV REP.
Atas nama rakyat Indonesia
di Kalimantan Selatan
Gubernur Tentara
HASSAN BASRY
Proklamasi dihasilkan setelah melalui serangkaian rapat atau musyawarah diantaranya di Durian Rabung Padang Batung, Ambutun dan terakhir di Telaga Langsat yang pada waktu itu terkenal dengan sebutan Ambarawa tanggal 15-16 Mei 1949 dihadiri oleh H. Aberanie Sulaiman, Gusti Aman, Budhigawis, P.Arya Maxim Le Miaty (P. Arya-Munir), Hasnan Basuki dan Romansi, dan dijaga ketat oleh pasukan Setia Budi dan Ibnu Hajar.
Gusti Aman mengusulkan perlunya pembentukan pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV melalui sebuah Proklamasi yang kemudian disetujui bersama. Penyusunan teks awalnya ditugaskan kepada Maxim Le Miaty kemudian disempurnakan bersama-sama.
Agar isinya terlihat lebih keras, maka pada kalimat penutup oleh H.Aberanie Sulaiman —-dalam versi lain oleh Gusti Aman yang disetujui oleh H. Aberanie Sulaiman —- ditambahkan kata-kata: ”Dan jika perlu diperjuangkan sampai tetesan darah yang penghabisan“.
Pada malam hari tanggal 15 ke 16 Mei 1949 selesailah teks proklamasi itu dan ditik dengan huruf-huruf balok/kapital dengan menggunakan tinta merah oleh Romansi. Pada hari Sabtu tanggal 16 Mei 1949, kira-kira pukul 10.00 pagi dibuatlah proses verbal mengenai musyawarah dan laporan rumusannya, ditandatangani oleh H.Aberanie Sulaiman, Budhigawis, Maxim Le Miaty dan Romansi. Pada hari itu pula Gusti Aman, Maxim dan Hasnan Basuki ditugaskan untuk membawa dokumen itu kepada Pimpinan Umum Hassan Basry di Niih. Tempat di mana Hassan Basry berada hanya diketahui oleh Hasnan Basuki. Tanggal 16 Mei 1949 kira-kira jam lima sore, rumah persembunyian Hassan Basry dapat ditemukan di Jambu Hulu, di rumah Guru Idar. Rombongan bermalam satu malam di sini, baru keesokan harinya tanggal 17 Mei 1949 mereka berangkat ke Hulu Banyu, melewati Lumpangi, Batantangan dan baru tiba pada sore harinya menjelang magrib di Niih. Selanjutnya rombongan bertemu dengan Pimpinan Umum Hassan Basry dan ajudannya Tobelo di Niih. Rombongan menyerahkan dokumen kepada Pimpinan Umum. Setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Umum, barulah Proklamasi 17 Mei IV Rep ditandatangani oleh Hassan Basry (tertulis pada naskah: Hasan Basri) sebagai Gubernur Tentara di Niih, dan kemudian dibacakan dalam suatu upacara di Mandapai. Perbanyakan konsep dilakukan kemudian, sebanyak 10 lembar, juga diketik dengan huruf warna merah, dan ditandatangani kemudian oleh Hasan Basri (Hassan Basry), juga dianggap sebagai lembaran yang asli. Pada naskah asli maupun perbanyakannya sebanyak 10 lembar itu, nama Gubernur Tentara ditulis “Hasan Basri” bukan “Hassan Basry”, dan bentuk tanda tangannya berbeda dengan bentuk tanda tangan yang dipakai di kemudian hari. Naskah konsep aslinya disimpan oleh Gusti Aman dan kemudian hilang ketika Gusti Aman (dibelakang harinya) ditahan oleh gerombolan Ibnu Hajar.
Proklamasi 17 Mei 1949 merupakan protes sekaligus pembangkangan terhadap pembentukan daerah otonom Kalimantan Tenggara dan Banjar yang terbentuk sebelumnya. Pemerintahan Gubernur Tentara yang dibentuk kemudian ternyata berhasil menjadikan daerah otonom Banjar dan Kalimantan Tenggara hanya berkuasa di atas kertas.
Berikut ini kami berikan Foto-foto untuk mengenang Jasa-jasa para pahlawan di Bumi Lambung Mangkurat